Kisah Kasih Ibu: Menggali Makna di Balik Marah-Marah
Dengan penuh kasih sayang meski terkadang terlihat keras. Ibu memberikan kami pelajaran tentang nilai-nilai kehidupan, ketegasan, dan tanggung jawab.
Kembali ke percakapan antara suami dan anak, itu adalah gambaran kecil dari interaksi sehari-hari dalam sebuah keluarga. Suami yang sibuk dengan pekerjaannya, namun masih menyempatkan waktu untuk bersama anak. Anak yang ceria dan polos, mencerna setiap detail dalam lingkungannya, bahkan yang terkadang luput dari perhatian orang dewasa.
Suamiku di tengah-tengah kesibukannya meluangkan waktu bersama anak sembari istirahat makan siang . Saat itu masa pandemi covi-19. Jadi suami bisa bekerja dari rumah.
Kerja dari rumah membawa keuntungan tersendiri karena bisa sambil melihat tumbuh kembang anak. Apalagi saat itu, kami baru memiliki satu anak.
Puhtir, perkembangan bicaranya lebih cepat bahkan boleh dikatakan sangat lancar untuk anak seusianya. Namun perkembangan berjalan butuh waktu lebih lama sekitar 18 bulan.
Ketika saya sedang menyiapkan makan siang untuk suami. Terdengarlah percakapan antara bapak dan anak.
"Puhtir sayang gak sama papi?". Tanya suami sambil memeluk anak kami yang baru berusia empat tahun".
"Ya sayanglah" jawab Puhtir sambil merapikan rambutnya.
"Heem...kalo menurut Puhtir, papi orangnya gimana?" Tanya suami sambil tersenyum.
"Kalo papi sih, ya sukanya ajak Puhtir jalan-jalan. Pergi main ke taman. Trus... beli mainan, beli es krim, coklat, boneka, ya pokoknya banyaklah" jawab Puhtir dengan girang.
"Oh gitu ya," jawab suami sambil tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Trus kalo mama gimana?" tanya suami penasaran.
"Sini Puhtir bisikin. Kalo mama, sukanya marah-marah," kata Puhtir.
"Ha, apa?" Mama suka marah-marah sama Puhtir?!!!". Tanya suami kaget.
"Ya, ia. Itu karna mama sayang Puhtir.
Suami sedikit lega dan menarik nafas panjang.
"Jadi, mama marah-marah itu karna Puhtir pilih yang salah". Jawab sang anak dengan polosnya.
"Memangnya Puhtir salah apa sih sampai mama marah-marah?" Tanya suami lebih lanjut.
"Semalam, Puhtir makan sambil main lari-lari. Trus mama bilang kalo makan jangan main-main. Jadi Puhtir gak lari. Hanya jalan-jalan aja. Trus jalannya nabrak air minum dan makanannya tumpah. Ya, jadinya mama marah-marah," kata Puhtir dengan nada kesal dan sedih.
"Oh... pantasan aja mama marah. Lain kali, kalo makan duduk ya. Makan dulu sampai selesai. Baru boleh jalan-jalan," kata suami sambil menghibur anaknya. Puhtir pun terdiam sambil mengangguk pelan.
Dalam momen tersebut, terungkap pula sebuah aspek penting dalam dinamika keluarga, yaitu peran ibu. Ibu, dalam kasus ini, dianggap lebih sering 'marah-marah' karena ia terlihat lebih banyak memberikan instruksi dan aturan kepada anak. Namun, di balik kemarahan itu sebenarnya terkandung rasa khawatir yang mendalam terhadap anak-anaknya.
Ketika Puhtir menceritakan tentang ibunya yang sering marah, ia tak menyadari bahwa marahnya ibunya adalah wujud dari kasih sayang. Bahkan lebih dari itu, ibu ingin agar anaknya tumbuh menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Marahnya ibu bukanlah karena benci atau keinginan untuk menyakiti, melainkan sebagai bentuk pengajaran tentang pentingnya kedisiplinan dan tanggung jawab.
Rasa Khawatir
Hal semacam itu sering terdengar di kalangan anak-anak. Mereka ngomong dengan polosnya dan cerita apa saja. Termasuk menceritakan ibunya yang sering memarahinya. Ibunya cerewet, banyak aturan dan sebagainya. Tanpa mereka ketahui bahwa di balik cerewetnya seorang ibu ada rasa khawatir terhadap anaknya.
Seorang ibu selalu berusaha yang terbaik untuk anak-anaknya, bahkan jika terkadang hal itu terlihat seperti keras dan tidak adil. Ibu adalah sosok yang selalu ada untuk mendampingi, melindungi, dan mendidik anak-anaknya, tidak hanya dalam hal-hal yang menyenangkan, tetapi juga dalam menghadapi tantangan dan kesulitan dalam kehidupan.
Ingin Anak Mandiri
Seorang ibu biasanya kuatir jika sang anak akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang. Sehingga ibu memberikan banyak nasihat dan mengajarkan berbagai hal. Agar kelak, anaknya bisa melakukan hal itu sendiri. Karena ibu tahu bahwa tak selamanya bisa bersama anak. Kelak, anak akan menghadapi dunianya sendiri. Seorang ibu yang baik, menginginkan anaknya mandiri. Menjadi pribadi yang tangguh dan tidak bergantung pada orang lain.
Pengalaman sebagai anak
Saya pernah merasakan sebagai anak kecil. Saya bahkan pernah mengangap ibu saya kejam, cerewet dan suka marah-marah. Namun, ketika beranjak dewasa. Saya mulai memahami betapa beratnya beban yang harus ibuku tanggung. Apalagi semenjak ayah dipanggil Tuhan.
Siang malam ibu bekerja keras. Demi menghidupi anak kandungnya sebanyak delapan orang. Saya sungguh tak sanggup membayangkan. Mengurus dua orang anak saja saya sudah lelah. Apalagi sambil mencari nafkah. Terlepas dari itu semua. Saya bersyukur. Karena sejak kecil, ibu telah mendidik kami menjadi pribadi yang tangguh.
Pengalaman pribadi saya juga mengajarkan saya untuk menghargai peran ibu dengan lebih baik. Ketika saya masih kecil, saya mungkin tidak selalu memahami mengapa ibu saya sering memberikan aturan dan larangan. Namun, seiring bertambahnya usia dan pengalaman hidup, saya mulai memahami bahwa semua yang dilakukan ibu adalah untuk kebaikan saya dan saudara-saudara saya.
Ibu adalah pahlawan sejati dalam kehidupan banyak orang. Sosok yang penuh kasih, sabar, dan pengertian. Ibu selalu rela berkorban segalanya demi kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya. Terkadang, kita baru menyadari betapa besar pengorbanan dan cinta mereka setelah kita dewasa dan mengalami sendiri betapa beratnya tanggung jawab menjadi seorang orang tua.
Kisah Puhtir dan ibunya mengingatkan kita untuk tidak mengambil remeh peran seorang ibu dalam keluarga. Meskipun terkadang terlihat keras dan sering 'marah-marah', namun di balik itu semua terdapat cinta yang tak terhingga dan keinginan untuk melihat anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan mandiri.
Sebagai anak, mari kita hargai dan hargai setiap pengorbanan dan kasih sayang yang telah diberikan oleh ibu kita. Mari kita belajar dari setiap pelajaran yang telah diajarkan, baik melalui kata-kata maupun contoh yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dan sebagai orang tua di masa depan, mari kita juga berusaha menjadi ibu atau ayah yang terbaik bagi anak-anak kita, seperti yang telah dilakukan oleh ibu kita dengan penuh cinta dan pengorbanan.